Dalam hadits mulia ini ada rahasia
pengagungan cinta kepada Allah Ta’ala, sebagaimana menanjaknya
cinta-cita para pecinta kepada Allah ta’ala. Maka memandang pada Allah
adalah ibadah.
Anak-anak sekalian. Perlu kalian ketahui bahwa alam rahasia para
pecinta, dan hasrat para perindu, adalah kebajikan kaum ‘arifin di
dunia, dengan menyebut keluarnya dari dunia, sebagaimana disebutkan
keabadian syurga bagi kebaikan ahli syurga. Tak ada yang lebih dicintai
oleh pecinta dibanding bertemu Sang Kekasih. Seandainya bukan karena
ajal yang telah ditentukan Allah Ta’ala bagi para perindu, pasti sudah
mati nyawanya di badannya, karena dahsyatnya rindu kepadaNya.
Anas ra, berkata, “Ditanyakan kepada Rasulullah Saw, “Wahai
Rasulullah! Jika saja Allah berkehendak mengabadikan abadi pada para
waliNya di dunia?”
Rasulullah Saw, menjawab, “Allah tidak ingin mengabadikan
wali-waliNya di dunia, namun Allah memilih wali-wali dan
kekasih-kekasihNya, untuk meraih kemuliaan utamaNya. Tidakkah kamu tahu
bahwa pecinta selalu merindukan kekasihnya? Sungguh elok bagi orang yang
ruhnya dan arahnya adalah bertemu Allah.”
Dalam suatu kisah Abu Hurairah ra, berkata pada kawannya, “Mau pergi
kemana kamu?” Kawannya menjawab, “Aku mau membeli sesuatu untuk
keperluan keluargaku.”
Lalu Abu Hurairah ra berkata, “Belikan aku kematian, kalau kamu bisa,
lakukanlah. Karena begitu lama rinduku kepada TuhanKu. Sedangkan mati
lebih kucintai dibanding minum air dingin bagi orang yang kehausan, dan
lebih manis ketimbang madu.” Lalu beliau menangis sekeras-kerasnya,
sembari berkata, “Duh rindunya aku….kepada Yang Melihatku, tetapi aku
tak melihatNya…”. Lalu beliau pingsan.
Uwais ra ditanya, “Bagaimana kabarmu pagi ini?”
“Bagaimana ada kabar pagi bagi
orang yang ketika pagi hari tidak ingin datangnya sore hari, dan ketika
sore hari tidak ingin datangnya pagi, sedangkan rindunya panjang hingga
ke relung hati?” jawabnya.
Kondisi Para Perindu
Malik bin Dinar ra, mengatakan, “Aku sedang berjalan di padang
Bashrah, lalu kulihat pemuda berambut gimbal yang sedang sakit,
menghadap kiblat sembari berkata, “Oh Matahatiku, betapa panjang rinduku
padaMu, kapankah aku bertemu padaMu? Sampai kapan Engkau penjara aku
untuk tidak menemuiMu?”
“Hai pemuda! Apakah sekarang ini waktunya pertemuan antara pecinta dengan kekasihnya?” Tanya Malik.
“Kekasih dalam segala waktu selalu ada, tak pernah tiada. Bahkan saat
ini Dia tampakkan cintanya dengan membakar rindu cintanya, dan para
perindu membuka rahasia-rahasia mereka dengan luapan api rindunya pada
harapannya.”
Ada seorang dari penduduk Bashrah sedang menangis hingga matanya
buta, lalu berkata, “Tuhanku oh Tuhanku kapankah aku bertemu denganMu?
Maka demi kebesaranMu, seandainya antara diriku dengan DiriMu terbentang
neraka yang menjilat pun, aku tak akan pernah surut padaMu —dengan
pertolongan dan taufiqMu— sampai aku bertemu denganMu, dan aku tidak
rela tanpa diriMu.”
Fath al-Maushily ra, mempunyai dua anak perempuan yang ma’rifat.
Keduanya pergi haji, ketika kedua matanya memandang Baitullah, salah
satu diantara keduanya pada berkata, “Duh, amboi, inikah rumah
Tuhanku?!”
Saudarinya yang lain menjawab, “Benar.”
Lalu penanya tadi berteriak kencang, sampai akhirnya mati saat itu juga.
Kemudian saudarinya bermunajat, “Oh Tuhan, kuadukan diriku padaMu,
dan begitu lama aku merindukanMu…Ah..Ah…Ah…..” Demikian akhir kata
perempuan itu, lalu mati pula.
Dikatakan kepada abu Bakr al-Wasithy ra, “Apakah tirai Al-Quds?”
“Ia adalah tirai dinding yang dijadikan Allah Ta’ala agar didengar KalamNya dan Munajat padaNya, serta memandang WajahNya, sekehendak metreka dan kapan saja.”Lalu beliau membaca ayat: “Dan bagimu di dalamnya apa yang engkau senangi oleh selera dirimu.”
“Ia adalah tirai dinding yang dijadikan Allah Ta’ala agar didengar KalamNya dan Munajat padaNya, serta memandang WajahNya, sekehendak metreka dan kapan saja.”Lalu beliau membaca ayat: “Dan bagimu di dalamnya apa yang engkau senangi oleh selera dirimu.”
Ibrahim bin Adham ra berkata, “Aku masuk ke bukit Lebanon, tiba-tiba
ada pemuda yang berdiri sembari berkata, “Wahai Dzat yang hatiku terus
menciNya! Wahai yang nafsuku terus berkhidmah padaNya, dan rinduku
begitu dahsyat padaNya. Kapankah aku menemuiMu?”
“Semoga Allah merahmatimu. Apa sesungguhnya tanda mencintai Allah?” tanyaku.“Cinta berdzikir padaNya,” jawabnya.“Tanda perinduNya?”“Hendaknya ia tak pernah melupakanNya dalam segala situasi dan kondisi,” jawabnya.Suatu ketika sebagian ahli ma’rifat sedang menjelang wafat, lalu isterinya menangis.“Apa yang kau tangisi?” tanyanya.“Bagaimana aku tidak menangis, sedangkan aku akan sendiri.”“Duh kamu ini. Sejak empat puluh tahun aku sangat menangis penuh rindu untuk hari seperti ini. Inilah hari sampainya diriku, hari kesenangan dan bebasku. Duhai selamat datang hari penantian!”
“Semoga Allah merahmatimu. Apa sesungguhnya tanda mencintai Allah?” tanyaku.“Cinta berdzikir padaNya,” jawabnya.“Tanda perinduNya?”“Hendaknya ia tak pernah melupakanNya dalam segala situasi dan kondisi,” jawabnya.Suatu ketika sebagian ahli ma’rifat sedang menjelang wafat, lalu isterinya menangis.“Apa yang kau tangisi?” tanyanya.“Bagaimana aku tidak menangis, sedangkan aku akan sendiri.”“Duh kamu ini. Sejak empat puluh tahun aku sangat menangis penuh rindu untuk hari seperti ini. Inilah hari sampainya diriku, hari kesenangan dan bebasku. Duhai selamat datang hari penantian!”
Al-Hasan al-Bashri ketika sedang menjelang wafat, mereka sedang
menalqin syahadat padanya. Lalu dua matanya terbuka dan berkata, “Sampai
kapan kalian mendoakan aku kepadaNya, sedangkan aku terbakar rindu
padaNya sejak dua puluh tahun?”
Sahl bin Ali ra, ditanya mengenai debaran hati Ibrahim al-Khalil, dan deru hati Kanjeng Al-Mushtofa Saw.?
“Debarannya datang dari rasa takut, dan deru hatinya dari rasa rindu.”
Rabiah Adawiyah ra menangis ketika menjelang matinya, dan tertawa ketika saat itu tiba. Maka ditanya kenapa demikian?
“Soal tangisku, karena aku segera berpisah dengan dzikir di tengah malam dan siangku. Sedangkan tertawaku, saking gembiranya hatiku segera bertemu denganNya.”. Lalu beliau wafat saat itu pula.
“Soal tangisku, karena aku segera berpisah dengan dzikir di tengah malam dan siangku. Sedangkan tertawaku, saking gembiranya hatiku segera bertemu denganNya.”. Lalu beliau wafat saat itu pula.
Abu Barda’ ra, sakit. Ia ditanya, “Maukah kami panggilkan dokter yang bias mengobatimu?”
Dia menjawab, “Dokter malah menyakitiku. Sudah begitu lama rinduku pada Tuhanku, dan rinduku pada pujaan hatiku Muhammad Saw, serta rinduku pada kawan-kawanku yang sudah mendahuluiku. Aku sangat takut jika berpisah dengan mereka.”
Dia menjawab, “Dokter malah menyakitiku. Sudah begitu lama rinduku pada Tuhanku, dan rinduku pada pujaan hatiku Muhammad Saw, serta rinduku pada kawan-kawanku yang sudah mendahuluiku. Aku sangat takut jika berpisah dengan mereka.”
Dzun Nuun al-Mishry munajat, mulai malam hingga pagi: “Duhai Sang
Penolong, duhai Sang Penolong….”. Lalu ia terdiam. Maka ia ditanya
tentang hal itu.
“Semalam aku melihat dengan mata batin mengenai kinerja Allah Swt,
hingga Dia menghamparkan latar cintaNya kepadaku, hingga aku tersengat
rindu dahsyat, lalu aku mohon pertolongan padaNya agar segera keluar
dari dunia, sebagaimana keinginan ahli neraka untuk keluar dari neraka.
Lalu aku melihat bahagianya para Mujtahid di dunia, dan para penempuh
JalanNya di kegelapan malam, dan bagaimana mereka menggelar keningnya
di hadapan Allah Yang Maha Tahu Yang ghaib, dengan kebeningan hati
mereka. Baru aku merasa tenang.
Uqbah bin Salamah ra, berkata, “Tak ada saat yang paling mendekatkan
hamba kepada Allah Swt dibanding ketika ia bersujud, dan tak ada yang
lebih dicintai Allah dari seorang hamba dibanding hamba yang rindu
menemuiNya.”
Dalam hadits disebutkan, “Sebaik-baik persembahan bagi mukmin adalah pertemuan dengan Tuhannya.”
Muhammad bin Yusuf ra, berkata, “Kalau aku harus memilih antara harus
hidup di dunia seratus tahun, terus menerus beribadah dan sama sekali
sekejap mata pun tidak bermaksiat, dibanding aku mati, sungguh aku
memilih mati.”
“Kenapa demikian?” ia ditanya.“Karena saking rinduku kepadaNya.”
“Kenapa demikian?” ia ditanya.“Karena saking rinduku kepadaNya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar